Categorized |

Meretas Pembajakan

Posted on Friday, March 19, 2010


Pembajakan atau plagaiarisme adalah bentuk dari dusta atau kebohongan. Tidak ada seorangpun manusia yang bebas dari dosa yang satu ini. Bahkan bayipun dalam usia yang bartu beberapa bulan bisa membohongi orang tuanya dengan ekspresi-ekspresi tertentu. Jadi tak ada satu manusiapun yang bebas dan bersih dari yang namamnya kebohongan. Saya ingat tulisan dari seorang theolog bernama Pdt. Eka Darmaputera yang bkiri-kira demikian: Di dalam dunia ini ada dua golongan manusia. Yang pertama berusaha memanfaatkan dan memaksimalkan dusta atau kebohongan. sedangkjan golongan yang kedua adalah orang yang berusaha menlawan dusta itu. Orang yang pertama tadi menganggap kebenaran iitu relatif, kebohongan adalah biasa dan bisa ditingkatkan sampai pada level yang dikatakan,”pintar bohong” atau “licik” dan “liicin”. Sedangkan orang yang kedua menyadari bahwa keboohngan itu harus dilawan dengan kebenaran dan dia memperjuangkan kebenaran itu dengan sungguh-sungguh.
Kita hidup dalam dunia yang tidak netral, nah kita berada pada pihak yang mana? Kebenaran atau kebohongan?  Meretas kebohongan bukanlah perkara yang mudah apalagi jika hal itgu sudah melebur dalam suatu budaya, budaya korupsi, budaya pembajakan, budaya manipulasi dan sebagainya. Budaya itu ikut merembes pula dalam dunia pendidikan. Nah, bagaimana mengatasi hal ini? Salah seorang menteri mengatakan bahwa pendidikan karakter itu sangatlah penting. Pendidikan karakter ini sekarang mulai banyak diterapkan di sekolah-sekolah untuk membentuk karakter siswa.
Pendidikan karakter itu memang bukan  obat mujarab untuk mengatasi budaya kebohongan tersebut. Tetapi pendidikan karakter itu dapat membentuk pola berpikir dan bersikap seseorang dalam menyikapi kebohongan. Namanya pendidikan itu adalah proses dan tidak bisa diharapkan hasilnya secara instan maka dalam pendidikan karakter itu yang paling penting adalah penyadaran. Penyadaran itu tidak hanya menjejali siswa dengan hal-hal semacam, ini jangan itu jangan atau ini boleh atau itu tidak boleh. Tetapi pendidikan itu harus sampai pada taraf penyadaran dari pikiran dan hati mereka akan pentingnya kebenaran sampai mereka akhrnya melihat kepada Tuhan sebagai patokan dan standar kebenaran yang absolut. Kesadaran itu akan membawa mereka untuk menyadari adanya Tuhan yang mengawasi dan melihat segala sesuatu yang kita lakukan akan membuat kita tidak bisa menyembunyikan apapun dari hadapan Tiuhan. Kesadaran Tuhan sebagai Hakim akan membuat kita harus mempertanggungkjawabkan segala sesuatu termasuk pikirtan, sikap dan perbuatan kita. Tanpa didasari oleh penyadaran untuk takut pada Tuhan maka karakter yang dibangun itu hanyalah semu dan sementara, begitu ada godaan maka akan kumat lagi ke sifat aslinya.
Pembentukana karakter itu adalah seumur hidup, jadi tidak hanya untuk siswa atau mahasiswa saja tatpi untuk semua usia dari yang paling kecil dan dini samapai usia lanjut. Bisa saja seseorang itu sudah tamat S1, S2 atau S3 tapi tanpa memiliki dasar karakter yang baik maka siklus kebohongan itu akan terus terulang. Itu sebabnya pentingnya pendidikan katrakter, di mana lagi kalau bukan dimulai dari keluaraga. Penanaman nilai-nilai itu sejak dini berasal dari keluaraga dan penting sekalai megimpartasi karakter itu dalam keluaraga lewat teladan dan contoh serta nasihat dari orang tua.
Meretas kebohongan itu adalah tugas kita semua dan tugas itu ibarat peperangan karena godaan ketidakjujuran itu bukan hanya muncul di sekolah, kan? Godaan itu muncul di mana-mana. Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapinya. Bersikap jujur hanya pada saat dilihat orang atau tergantung kondisi? Atau dalam kondisi apapun kita berjuang untuk jujur? Semoga Tuhan memampukan kita.....

Leave a Reply

Chat Box

Photos from our Flickr stream