Archives

Mana DP-nya?

Posted on Monday, March 16, 2009

by Ronny Dee

DP yang saya maksud bukan Dewi Perssik atau Down Payment tapi Daily Plan.
Waktu lalu saya kedatangan tamu yang diantar oleh teman saya yaitu Mr. Theo. Waktu dia memperkenalkan dirinya bahwa dia dari Binus saya langsung mengajaknya ngobrol tentang pendidikan termasuk Character Building. (Binus mengeluarkan beberapa seri buku CB). Yang membuat saya bersemangat berbincang adalah saat mengetahui bahwa dia termasuk salah satu peneliti dan penyusun buku Character Building.
Dia mengatakan bahwa mereka melakukan riset bahkan sampai ke luar negeri untuk mencari buku-buku atau bahannya. Timnya terdiri dari berbagai ahli dari berbagai bidang dan mereka tidak mengajar, mereka khusus berkumpul untuk menggodok bahan Character Building. Wow, ini baru namanya litbang, bukan sulit berkembang loh.....
(dalam hati saya, ck..ck..ck, litbangnya bener-bener jalan bahkan lari kenceng.....)



Yang menarik adalah bahwa dia mengatakan kalau di Binus, guru-guru langsung disuplai DP. Guru disuplai DP karena mereka menetapkan standar mutu yang tinggi di sana. Kelebihannya adalah bahan ajar itu memiliki standar tinggi, membuat guru lebih konsentrasi di kelas serta memudahkan kalau ada guru yang tidak masuk atau ada guru yang keluar, DPnya sudah ready. Dalam DP mereka sudah dirancang introduksinya apa, harus ngapain semua sudah dirancang.

Bagaimana dengan kita? Kelebihannya kita tidak perlu dan tidak butuh RnD atau litbang, guru-guru langsung merancang DP dengan segala kemampuannya...Ketka saya sharing dengan seorang guru DH, dia menyatakan bahwa kita harus mandiri, jangan bergantung. Memang.
Guru DH yang rata=rata kebanyakan guru memiliki jam terbang yang cukup banyak ditambah dengan kesibukan kegiatan sekolah yang padat dituntut untuk mandiri, belajar mencreate sendiri. Tetapi tunggu dulu. Dengan tuntutan penerapan Biblical Worldview, sebenarnya guru belum sepenuhnya siap. Guru seperti disuruh masuk hutan dan harus mencari dan mengumpulkan bahan makanan sendiri. Kenyataanya buku-buku pendukung dan penunjang Biblical Worldview terbilang minim. Andalannya Stepping Stone doang. Hasilnya, memang belum ada survei, tetapi tetap saja guru-guru kesulitan dalam menemukan penerapan dan kaitan Biblical Worldview yang cocok. Alhasil, ada juga yang dicocok-cocokkan atau dipaksakan.

Tuntutan DP semakin luar biasa karena harus disetor setiap minggu. Seharusnya, sekolah mengadopsi metode dari Binus, yaitu membuat tim RnD yang handal dengan berbagai latar belakang ilmu, terutama kalau mau menerapakan Biblical Worldview yang benar berarti harus ada yang berlatar belakang theologi yang kuat ditambah guru-guru yang pakar dalam bidangnya. Dengan tim yang kuat ini mereka bisa merancang bahan ajar yang komplit dengan penerapan Biblical Worldview yang bertanggung jawab dan tidak ngawur apalagi maksa.

Banyak kelebihan yang didapatkan dengan adanya tim RnD seperti itu. Dengan adanya tim itu, mereka bisa mengcreate materi yang jauh lebih berkualitas karena dikerjakan dengan tim ahli. Bandingkan hasilnya dengan kita kerja sendiri, memikirkan sendiri dengan pikiran yang tidak tenang karena dikejar-kejar berbagai hal. Kalau dikerjakan sendiri kualitasnya juga akan berbeda-beda tergantung kualitas gurunya. Dengan tim yang merancang materi maka dijamin dan bisa juga dijaga standar atau mutu materi di semua unit. Jadi tidak akan ada materi yang asal masuk atau maksa. Guru juga lebih berkonsentrasi dan fokus di kelas.

Di DH guru langsung disuplai DP seperti itu pasti tidak akan mungkin. Tampaknya mengharapkan dan membentuk tim yang berperan untuk menjadi RnD di DH hanya mimpi. Tetapi tim ahli untuk membuat standar panduan materi atau penerapan Biblical Worldview tetaplah diperlukan. Atau jalan keluar lainnya yang lebih mudah dan gampang adalah bagian Kurikulum membuat semacam diktat atau panduan dulu deh. Masalahnya belum ada yang mengcreate hal semacam itu. Hal ini demi penerapan Biblical worldbiew yang benar dan bertanggung jawab. Masalahnya terpikir ngga???

Pembuatan DP dengan bertanggung jawab dan sesuai Biblical Worldview tidak mudah apalagi untuk sekolah yang baru memulai penerapannya. Akhirnya kembali lagi, guru harus ekstra keras untuk cari bahan, memikirkan dan membuat DP. Tenaga yang banyak terkuras itu harus terkuras lagi untuk mengajar, membuat soal, koreksi dan sebagainnya. Guru DH memang spesialis multi tasking. Tapi dengan kerja borongan seperti itu, kualitasnya dan penerapan BW bagaimana?

Comments (2)

Are You Digital Teacher?

Posted on Monday, March 2, 2009

by Ronny Dee

Pada hari Jumat, 27 Februari lalu, sebelum PD dimulai, saya iseng-iseng menulis dalam agenda saya tentang Digital Teacher. Saya menulis bahwa penampilan Digital Teacher itu kira-kira seperti ini (dalam imajinasi en bayangan saya) : Digital Teacher itu tangan kanannya menenteng tas laptop yang berisi laptop Apple Macbook sama tangan kirinya menggenggam BlackBerry. Pagi hari cek jadwal ngajar lewat BlackBerry, Morning Devotion juga pake itu...... Presentasi pake Macbook yang sudah ada di dalam tasnya dan sudah dipersiapkan semalam.
Kalau Guru Dian Harapan? Tasnya sih tas laptop juga tapi isinya belum tentu laptop. Ada sebagian kecil yang benar-benar isinya laptop. Tapi ada juga yang tasnya isinya Tupperware alias kotak makan sama koreksian plus buku Stepping Stone. Barangkali ada juga yang membawa catalog Sophie Martin Paris….

Kisah berlanjut, pada keesokan harinya, istri saya Diana mengikuti National Plus School Conference di Bintaro bersama temannya Ruth, pulangnya mereka sharing ke saya sesuatu yang mengejutkan dan menggugah hati saya. Mereka mengatakan bahwa ada presentasi dari sebuah sekolah di mana gurunya memakai laptop Apple Macbook… Belum hilang keterkejutan saya, mereka mengatakan juga bahwa muridnya alias siswanya yang notabene masih kelas V SD melakukan presentasi dengan laptop Apple Macbooknya. (Seharusnya tidak perlu kaget kalau sudah jadi digital teacher).

Yang menarik perhatian saya bukan pada soal merek atau tipe laptopnya tetapi apa yang dilakukan siswa kelas V SD itu dengan laptopnya. Anak itu membuat portofolio digital. Dia membuat project, research dan disain 3D dengan laptopnya. Anak itu kurang lebih memakai 8 software untuk mengerjakan portofolionya serta project-projectnya….Dan dalam portofolio itu orang tua serta guru juga ikut memberikan comment. (Seee, commentnya digital juga).

Bagaimana dengan kita? Kalau sekolah kita sudah melakukan portofolio, di satu sisi kita boleh senang tapi jangan terlalu berbangga karena sesungguhnya kita masih melakukannya secara analog. Mungkin bisa saja kita mencari dalih atau alasan-alasan, misalnya sekolah kita belum 1 to 1 laptop, anggaran untuk IT kurang dan lain-lain. Tetapi pertanyaan yang paling mendasar adalah apakah kita sudah mengantisipasi ke depannya. Dalam hal ini yang saya maksud bukan cuma dalam hal pembuatan portofolio, tetapi untuk membuat project-project atau tugas, presentasi dan sebagainya. Apakah kita sudah mulai memperlengkapi diri mulai saat ini? Apakah kita sudah diperlengkapi? Siswa-siswi saat ini mereka adalah digital learners. Gadgets adalah mainan mereka saat ini. Tiap hari mereka berhadapan dengan computer / laptop baik untuk gaming, facebook, friendster, cari software, cari bahan buat PR, cari dan surfing yang aneh-aneh dan sebagainya. Seharusnya sekolah juga mulai mengantisipasi dan mengarahkan siswa-siswi yang setiap hari berkecimpung dalam dunia digital. Guru, terutama harus ikut memperlengkapi diri dengan penguasaan software-software yang yang relevan saat ini, relevan dengan pelajaran dan relevan dengan siswanya. Ini sudah 2009, sebentar lagi 2010.

Problemnya, guru-guru saat ini adalah digital immigrant, sedangkan siswanya adalah digital native. Kita guru-guru lahir pada era yang belum sepenuhnya digital. Sedangkan siswa saat ini mereka lahir dan hidup dalam dunia digital. Mau tidak mau kita harus mengejar ketinggalan, harus mengupdate, mengembangkan diri dan mengembangkan pengetahuan / skill terutama dalam hal IT saat ini.

Saya menulis ini bukan karena saya sudah menjadi digital teacher. Tetapi saya mengajak kita untuk melihat ke saat ini dan depan. Murid-murid kita saat ini pada kenyataannya adalah digital learners. Siapkah kita untuk berjalan bersama mereka, mendampingi mereka untuk melangkah dalam dunia digital? Katanya guru melangkah di depan siswa utnuk memimpin dan mengarahkan, melangkah di samping siswa untuk mendampingi dan membimbing siswa serta melangkah di belakang siswa untuk mendorong siswa. Jangan-jangan siswa sudah melangkah terlalu jauh dan kita semakin ketinggalan......Apakah kita sudah mengantisipasi hal ini? Apakah kita sudah memiliki visi ini? Are you digital teacher? Are we digital teacher?

Comments (1)

Digital Learners

Comments (1)

Chat Box

Photos from our Flickr stream