Kita hidup dalam dunia yang tidak netral, nah kita berada pada pihak yang mana? Kebenaran atau kebohongan? Meretas kebohongan bukanlah perkara yang mudah apalagi jika hal itgu sudah melebur dalam suatu budaya, budaya korupsi, budaya pembajakan, budaya manipulasi dan sebagainya. Budaya itu ikut merembes pula dalam dunia pendidikan. Nah, bagaimana mengatasi hal ini? Salah seorang menteri mengatakan bahwa pendidikan karakter itu sangatlah penting. Pendidikan karakter ini sekarang mulai banyak diterapkan di sekolah-sekolah untuk membentuk karakter siswa.
Pendidikan karakter itu memang bukan obat mujarab untuk mengatasi budaya kebohongan tersebut. Tetapi pendidikan karakter itu dapat membentuk pola berpikir dan bersikap seseorang dalam menyikapi kebohongan. Namanya pendidikan itu adalah proses dan tidak bisa diharapkan hasilnya secara instan maka dalam pendidikan karakter itu yang paling penting adalah penyadaran. Penyadaran itu tidak hanya menjejali siswa dengan hal-hal semacam, ini jangan itu jangan atau ini boleh atau itu tidak boleh. Tetapi pendidikan itu harus sampai pada taraf penyadaran dari pikiran dan hati mereka akan pentingnya kebenaran sampai mereka akhrnya melihat kepada Tuhan sebagai patokan dan standar kebenaran yang absolut. Kesadaran itu akan membawa mereka untuk menyadari adanya Tuhan yang mengawasi dan melihat segala sesuatu yang kita lakukan akan membuat kita tidak bisa menyembunyikan apapun dari hadapan Tiuhan. Kesadaran Tuhan sebagai Hakim akan membuat kita harus mempertanggungkjawabkan segala sesuatu termasuk pikirtan, sikap dan perbuatan kita. Tanpa didasari oleh penyadaran untuk takut pada Tuhan maka karakter yang dibangun itu hanyalah semu dan sementara, begitu ada godaan maka akan kumat lagi ke sifat aslinya.
Pembentukana karakter itu adalah seumur hidup, jadi tidak hanya untuk siswa atau mahasiswa saja tatpi untuk semua usia dari yang paling kecil dan dini samapai usia lanjut. Bisa saja seseorang itu sudah tamat S1, S2 atau S3 tapi tanpa memiliki dasar karakter yang baik maka siklus kebohongan itu akan terus terulang. Itu sebabnya pentingnya pendidikan katrakter, di mana lagi kalau bukan dimulai dari keluaraga. Penanaman nilai-nilai itu sejak dini berasal dari keluaraga dan penting sekalai megimpartasi karakter itu dalam keluaraga lewat teladan dan contoh serta nasihat dari orang tua.
Meretas kebohongan itu adalah tugas kita semua dan tugas itu ibarat peperangan karena godaan ketidakjujuran itu bukan hanya muncul di sekolah, kan? Godaan itu muncul di mana-mana. Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapinya. Bersikap jujur hanya pada saat dilihat orang atau tergantung kondisi? Atau dalam kondisi apapun kita berjuang untuk jujur? Semoga Tuhan memampukan kita.....


Dalam rapat para wakil guru dari TK, SD dan SMP kemarin, sempat muncul satu pertanyaan yang dilontarkan seorang peserta rapat. Pertanyaannya adalah,”Apakah kita sebagai guru sudah bersuara menjawab setiap isu yang muncul di antara murid-murid kita setiap hari?” Pertanyaan ini berangkat dari refleksi apakah kita sudah cukup menasehati dan membimbing murid-murid kita dalam isu-isu kehidupan mereka sehari-hari. Misalnya dalam kasus murid SMP yang suka meributkan kapan mereka akan membawa mobil sendiri ke sekolah. Atau murid SD yang baru getol-getolnya membuat akun facebook. Atau di antara murid-murid TK yang meributkan masalah barang terbaru yang dimiliki temannya. Setelah kejadian kecelakaan maut yang menimpa siswa-siswi IPEKA, akan banyak orangtua yang bertanya-tanya adakah guru-guru pernah menasehati dan mengingatkan anak-anak mereka mengenai bahaya ngebut atau bahayanya menyetir di bawah umur. 